OPINIKU YANG TERBIT DI LOMBOK POST NTB

Desember 09, 2017 0 komentar
DARI DESA UNTUK INDONESIA
“Membangun Indonesia dari Desa dengan Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Sosialisasi Pengelolaan Zakat dengan Metode Development System”
Oleh : Ria Mawaddah
Mahasiswi jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram
Secara geografis terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan antarwilayah (pulau) di Indonesia dan komposisinya relatif tidak mengalami banyak perubahan. Tingkat kemiskinan tertinggi pada tahun 2016 terdapat di wilayah Papua dan Maluku (21,98 persen), sedangkan tingkat kemiskinan terendah terdapat di wilayah Kalimantan (6,45 persen). Di samping itu, struktur perekonomian. antarwilayah/ regional juga masih mengalami kesenjangan. Pada tahun 2016, perekonomian nasional masih ditopang oleh kawasan barat Indonesia, yakni pulau Jawa dan Sumatera dengan kontribusi rata-rata masing-masing sebesar 58,5 persen dan 22,0 persen. Sementara itu, kontribusi pulau lain seperti Kalimantan, Bali, Nusa Tengara, Sulawesi dan Maluku serta Papua tercatat masih di bawah 10 persen. Analisis kemiskinan dinamis menunjukkan masih terdapat sekitar 5-6 persen penduduk yang secara persisten berada di bawah garis kemiskinan.

            Salah satu daerah yang dikenal dengan tingkat kemandirian yang rendah dan ketimpangan kemiskinan yang tinggi adalah daerah pedesaan. Padahal jika dilihat dari prospek dan sumber daya alam yang ada, desa  adalah salah satu tempat dengan ketersediaan Sumber daya Alam yang tinggi. Namun mengapa masih saja masih banyak desa tertinggal? Jawaban yang paling mungkin adalah karena tidak tersedianya Sumber Daya Manusia yang memadai untuk mengelola Sumber Daya Alam yang ada. Namun dalam kenyataannya, keterampilan masyarakat desa dalam mengelola sumber daya alam desa; seperti pertanian, perkebunan, peternakan, dsb sudah sangat handal dan ditambah dengan ketersedian teknlogi yang telah memadai.
            Oleh karena itu, masalah utama desa bukan lagi mengenai Sumber Daya Manusia. Namun lebih kepada pengelolaan dan pendistribusian hasil kelola desa untuk masyarakat desa itu sendiri. Sehingga pendistribusian hasil desa tidak dimonopoli oleh individu tertentu. Salah satu media pendistribusian hasil desa tersebut adalah melalui zakat yang dibayarkan muzakki kepada mustahik.
Zakat adalah salah satu sektor penting dalam filantropi Islam. Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim yang memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara menyalurkan zakatnya kepada mustahik (penerima zakat). Zakat tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik, tetapi juga dapat menjadi instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional dan menjadi bagian kebijakan fiskal ekonomi Islam. Dalam jangka panjang, tujuan utama zakat adalah mentransformasi para mustahik menjadi muzakki. Hal ini menunjukkan bahwa zakat sangat berpotensi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di suatu negara. Dalam Gambar 2.3 dibawah ini dapat dilihat bahwa penghimpunan dana ZIS mengalami peningkatan sebesar 5310,15 persen dalam kurun waktu 13 tahun.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim yaitu  sejumlah 216,66 juta penduduk atau dengan persentase Muslim sebesar 85% dari total populasi (BPS, 2015). Fakta ini menyiratkan bahwa zakat memiliki potensi besar dan dapat berkontribusi dalam mengurangi kemiskinan terutama kemiskinan yang masih terjadi di daerah pedesaan.  Metode pengelolaan zakat fitrah dan zakat mal di daerah pedesaan masih sangat sederhana. Yaitu muzakki memberikan dana zakatnya ke masjid/ BAZNAS untuk kemudiaan disalurkan kepada 8 mustahik yang berhak menerima zakat untuk dikelola sendiri. Cara tersebut masih kurang pas untuk mengatasi kemiskinan masyarakat desa dalam jangka panjang.
Untuk bisa membangun Indonesia dari desa, diperlukan pemberdayaan masyarakat desa melalui sosialisasi pengelolaan Zakat dengan metode Development System. Yaitu dengan cara introduce, practice, and contributed fiskal EKIS (Ekonomi Islam) kepada masyarakat. Metode ini dimulai dengan memperkenalkan zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal ekonomi islam yang bisa mengatasi kemiskinan dan ketimpangan pendapatan desa serta sebagai sumbangsih membangun negara. Sehingga tidak hanya menganggapnya sebagai suatu kewajiban, namun juga sebagai suatu sarana untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Kemudian Zakat harus dibumikan dan dipraktikkan dengan benar, hal yang harus digaris bawahi adalah zakat bukan hanya zakat fitrah, namun juga terdapat zakat mal yang memang memiliki kontribusi yang lebih besar dalam segi jumlah. Kemudian kita harus memaparkan keberhasilan zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal EKIS dalam menciptakan kesejahteraan.
Langkah selanjutnya adalah membentuk badan khusus untuk pengembangan hasil zakat kepada Masyarakat. Jadi, BAZNAS harus bekerjasama dengan pemerintah desa dalam membantu para mustahik dalam mengelola zakat yang diterimanya agar digunakan sebagai modal usaha/ mendirikan UMKM. Jika perlu, BAZNAS mengelompokan beberapa mustahik untuk membuat mitra usaha dari hasil zakatnya. Cara tersebut akan membantu masyarakat desa agar tidak tabzir dalam menggunakan zakat yang dimiliki, dan tentunya zakat dapat memiliki peran yang lebih dalam menjalankan roda perekonomian.
Zakat desa seringkali digunakan untuk keperluan yang tidak penting dan mendesak oleh masyarakat desa, sehingga dengan metode tersebut dana zakat tidak hanya bisa digunakan dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Cara tersebut juga akan memotivasi masayarakat desa untuk lebih giat berusaha untuk mengubah dirinya dari penerima zakat menjadi pemberi zakat. Lalu, apa sumbangsih pendistribusian zakat desa dengan metode development system tersebut bagi Indonesia? Secara langsung, masyarakat desa yang mampu telah membantu masyarakat yang lain untuk keluar dari garis kemiskinan, sehingga mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia. Dan Secara tidak langsung, masyarkat desa juga telah membantu membiayai hutang negara. Bagaimana hal tersebut bisa terjadi?
 Hutang secara fiskal dapat dilihat dari rasio tertangguh/ berdasarkan rasio terhadap PDB suatu negara. PDB merupakan produktivitas masyarakat dalam kurun waktu tertentu menghasilkan barang dan jasa atau nilai tambah. Untuk melihat dimana posisi suatu negara pada tingkat resiko hutang yang dimiliki dapat dihitung dengan jumlah hutang dibagi dengan PDB suatu negara. Sehingga secara kuantitatif dan matematis, resiko hutang dapat berkurang dengan peningkatan PDB suatu masyarakat. Disinilah peran posisi zakat yang bisa menjadi faktor pendorong peningkatan PDB tersebut. Diantaranya melalui peningkatan konsumsi masyarakat dan atau melalui produksi barang dan jasa.
Hal yang harus digaris bawahi adalah Zakat memang dapat mengatasi hutang negara, namun penyelesaian yang dimaksudkan adalah secara TIDAK LANGSUNG serta tidak dengan membayarkan zakat secara langsung kepada pemberi pinjaman. Berdasarkan kitab ‘Abdillah Al-Harari bahwa zakat harus diberikan kepada 8 golongan penerima zakat. Bahkan empat imam mazhab sepakat bahwa zakat tidak boleh digunakan untuk hal lain. Seperti; pembangunan sekolah, rumah sakit, bahkan tidak boleh dipakai untuk membeli kain kafan.  Sehingga pemerintah juga tidak boleh secara langsung memungut zakat kemudian digunakan untuk membayar hutang negara.
           

Share Share Tweet Share

0 thoughts on "OPINIKU YANG TERBIT DI LOMBOK POST NTB"

LEAVE A REPLY