DARI DESA UNTUK INDONESIA
“Membangun
Indonesia dari Desa dengan Pemberdayaan Masyarakat Desa Melalui Sosialisasi
Pengelolaan Zakat dengan Metode Development
System”
Oleh : Ria Mawaddah
Mahasiswi
jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mataram
Secara
geografis terdapat kesenjangan tingkat kesejahteraan antarwilayah (pulau) di
Indonesia dan komposisinya relatif tidak mengalami banyak perubahan. Tingkat
kemiskinan tertinggi pada tahun 2016 terdapat di wilayah Papua dan Maluku
(21,98 persen), sedangkan tingkat kemiskinan terendah terdapat di wilayah
Kalimantan (6,45 persen). Di samping itu, struktur perekonomian. antarwilayah/
regional juga masih mengalami kesenjangan. Pada tahun 2016, perekonomian
nasional masih ditopang oleh kawasan barat Indonesia, yakni pulau Jawa dan
Sumatera dengan kontribusi rata-rata masing-masing sebesar 58,5 persen dan 22,0
persen. Sementara itu, kontribusi pulau lain seperti Kalimantan, Bali, Nusa
Tengara, Sulawesi dan Maluku serta Papua tercatat masih di bawah 10 persen.
Analisis kemiskinan dinamis menunjukkan masih terdapat sekitar 5-6 persen
penduduk yang secara persisten berada di bawah garis kemiskinan.
Salah
satu daerah yang dikenal dengan tingkat kemandirian yang rendah dan ketimpangan
kemiskinan yang tinggi adalah daerah pedesaan. Padahal jika dilihat dari
prospek dan sumber daya alam yang ada, desa
adalah salah satu tempat dengan ketersediaan Sumber daya Alam yang tinggi.
Namun mengapa masih saja masih banyak desa tertinggal? Jawaban yang paling mungkin
adalah karena tidak tersedianya Sumber Daya Manusia yang memadai untuk
mengelola Sumber Daya Alam yang ada. Namun dalam kenyataannya, keterampilan
masyarakat desa dalam mengelola sumber daya alam desa; seperti pertanian,
perkebunan, peternakan, dsb sudah sangat handal dan ditambah dengan ketersedian
teknlogi yang telah memadai.
Oleh
karena itu, masalah utama desa bukan lagi mengenai Sumber Daya Manusia. Namun
lebih kepada pengelolaan dan pendistribusian hasil kelola desa untuk masyarakat
desa itu sendiri. Sehingga pendistribusian hasil desa tidak dimonopoli oleh
individu tertentu. Salah satu media pendistribusian hasil desa tersebut adalah
melalui zakat yang dibayarkan muzakki kepada mustahik.
Zakat
adalah salah satu sektor penting dalam filantropi
Islam. Sebagai rukun Islam ketiga, zakat wajib dibayarkan oleh setiap Muslim
yang memenuhi syarat (muzakki) untuk menyucikan hartanya dengan cara
menyalurkan zakatnya kepada mustahik
(penerima zakat). Zakat tidak hanya berfungsi untuk menolong perekonomian mustahik, tetapi juga dapat menjadi
instrumen penyeimbang dalam sektor ekonomi nasional dan menjadi bagian
kebijakan fiskal ekonomi Islam. Dalam jangka panjang, tujuan utama zakat adalah
mentransformasi para mustahik menjadi
muzakki. Hal ini menunjukkan bahwa
zakat sangat berpotensi untuk mengatasi kesenjangan ekonomi dan kemiskinan di
suatu negara. Dalam Gambar 2.3 dibawah ini dapat dilihat bahwa penghimpunan
dana ZIS mengalami peningkatan sebesar 5310,15 persen dalam kurun waktu 13
tahun.
Indonesia
merupakan salah satu negara dengan mayoritas penduduk Muslim yaitu sejumlah 216,66 juta penduduk atau dengan
persentase Muslim sebesar 85% dari total populasi (BPS, 2015). Fakta ini
menyiratkan bahwa zakat memiliki potensi besar dan dapat berkontribusi dalam
mengurangi kemiskinan terutama kemiskinan yang masih terjadi di daerah
pedesaan. Metode pengelolaan zakat
fitrah dan zakat mal di daerah
pedesaan masih sangat sederhana. Yaitu muzakki
memberikan dana zakatnya ke masjid/ BAZNAS untuk kemudiaan disalurkan kepada 8 mustahik yang berhak menerima zakat
untuk dikelola sendiri. Cara tersebut masih kurang pas untuk mengatasi
kemiskinan masyarakat desa dalam jangka panjang.
Untuk
bisa membangun Indonesia dari desa, diperlukan
pemberdayaan masyarakat desa melalui sosialisasi pengelolaan Zakat dengan
metode Development System. Yaitu dengan cara introduce, practice, and contributed fiskal EKIS (Ekonomi Islam)
kepada masyarakat. Metode ini dimulai dengan memperkenalkan zakat sebagai salah
satu kebijakan fiskal ekonomi islam yang bisa mengatasi kemiskinan dan
ketimpangan pendapatan desa serta sebagai sumbangsih membangun negara. Sehingga
tidak hanya menganggapnya sebagai suatu kewajiban, namun juga sebagai suatu
sarana untuk memakmurkan dan mensejahterakan kehidupan bangsa. Kemudian Zakat
harus dibumikan dan dipraktikkan dengan benar, hal yang harus digaris bawahi
adalah zakat bukan hanya zakat fitrah, namun juga terdapat zakat mal yang memang memiliki kontribusi yang
lebih besar dalam segi jumlah. Kemudian kita harus memaparkan keberhasilan
zakat sebagai salah satu kebijakan fiskal EKIS dalam menciptakan kesejahteraan.
Langkah
selanjutnya adalah membentuk badan khusus untuk pengembangan hasil zakat kepada
Masyarakat. Jadi, BAZNAS harus bekerjasama dengan pemerintah desa dalam
membantu para mustahik dalam
mengelola zakat yang diterimanya agar digunakan sebagai modal usaha/ mendirikan
UMKM. Jika perlu, BAZNAS mengelompokan beberapa mustahik untuk membuat mitra usaha dari hasil zakatnya. Cara
tersebut akan membantu masyarakat desa agar tidak tabzir dalam menggunakan zakat yang dimiliki, dan tentunya zakat
dapat memiliki peran yang lebih dalam menjalankan roda perekonomian.
Zakat
desa seringkali digunakan untuk keperluan yang tidak penting dan mendesak oleh
masyarakat desa, sehingga dengan metode tersebut dana zakat tidak hanya bisa
digunakan dalam jangka pendek, namun juga dalam jangka panjang. Cara tersebut
juga akan memotivasi masayarakat desa untuk lebih giat berusaha untuk mengubah
dirinya dari penerima zakat menjadi pemberi zakat. Lalu, apa sumbangsih
pendistribusian zakat desa dengan metode development
system tersebut bagi Indonesia? Secara langsung, masyarakat desa yang mampu
telah membantu masyarakat yang lain untuk keluar dari garis kemiskinan,
sehingga mengurangi jumlah kemiskinan di Indonesia. Dan Secara tidak langsung,
masyarkat desa juga telah membantu membiayai hutang negara. Bagaimana hal
tersebut bisa terjadi?
Hutang secara fiskal dapat dilihat dari rasio tertangguh/ berdasarkan
rasio terhadap PDB suatu negara. PDB merupakan produktivitas masyarakat dalam
kurun waktu tertentu menghasilkan barang dan jasa atau nilai tambah. Untuk
melihat dimana posisi suatu negara pada tingkat resiko hutang yang dimiliki
dapat dihitung dengan jumlah hutang dibagi dengan PDB suatu negara. Sehingga
secara kuantitatif dan matematis, resiko hutang dapat berkurang dengan
peningkatan PDB suatu masyarakat. Disinilah peran posisi zakat yang bisa
menjadi faktor pendorong peningkatan PDB tersebut. Diantaranya melalui peningkatan
konsumsi masyarakat dan atau melalui produksi barang dan jasa.
Hal yang harus digaris bawahi adalah Zakat
memang dapat mengatasi hutang negara, namun penyelesaian yang dimaksudkan
adalah secara TIDAK LANGSUNG serta tidak dengan membayarkan zakat secara
langsung kepada pemberi pinjaman. Berdasarkan kitab ‘Abdillah Al-Harari bahwa zakat harus diberikan kepada 8 golongan
penerima zakat. Bahkan empat imam mazhab sepakat bahwa zakat tidak boleh
digunakan untuk hal lain. Seperti; pembangunan sekolah, rumah sakit, bahkan
tidak boleh dipakai untuk membeli kain kafan.
Sehingga pemerintah juga tidak boleh secara langsung memungut zakat
kemudian digunakan untuk membayar hutang negara.
0 thoughts on "OPINIKU YANG TERBIT DI LOMBOK POST NTB"